بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ibumu…
Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu…
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا
الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ
كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ
وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً
تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada
manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku
untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada
ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai.
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf :
15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak
ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai
melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2
tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat
Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا
الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun .
Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa
ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian
melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali
lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ
بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ
ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu
‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus
berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu
‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian
siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali,
‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian
ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits
tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu,
harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi
shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara
kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa
menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil,
kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak,
hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki
oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir
Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki
keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam
Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di
dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika
melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari
putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan
tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya
sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua
kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar
biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar
dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara
hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan
suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu,
sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu
dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu
di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak
berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan
dia lapar.
Engkau puas minum dalam
keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat
baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua
kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu
memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di
sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal
dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah
melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia
dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di
akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا
قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah
disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan
sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54,
Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam
Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang
tua kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya
kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu.
Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati,
memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik
yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.
Contoh manusia terbaik
yang berbakti kepada Ibunya
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu
‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil
menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا
بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya
diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila
tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada
Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu
Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang
ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat
diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku
meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain
lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah
aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia
menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla
dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku
pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan
ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling
mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits
ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan
Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan
bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan
dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima
Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan
dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah
ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai
seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah
amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk
dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah
amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya,
berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.
Jangan Mendurhakai Ibu
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu
‘alaihi wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة
قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد
البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala
mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak
perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan
menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung
(desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih,
riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan
sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ’sikap durhaka’ terhadap ibu,
karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu
adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa
berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang
ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang
mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi
menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena
kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah
Muslim XII : 11)
Buatlah Ibu Tertawa
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى
الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ
عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا
“Seseorang datang kepada
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at
kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan
menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah
kepada kedua orang tuamu dan buatlah
keduanya tertawa sebagaimana engkau
telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR.
Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim
(IV/152))
Jangan Membuat Ibu Marah
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي
سَخَطِ الْوَلَدِ
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar,
ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun
shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas ialah
kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan
melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang
durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a
ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana
dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ
مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ،
وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ
“Ada tiga do’a yang
dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a
ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap
anaknya, (2) do’a musafir-orang yang
sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih
Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai
anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik
dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati
seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau
lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap
dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah
mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita
pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar